MAKALAH CYBER CRIME ( CARDING )
MATA KULIAH ILMU SOSIAL DASAR




Ditulis oleh:
Alvianne Laurentz Gracia (30416648) Kelas 1ID04




FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA



Pendahuluan
            Perkembangan teknologi akan terus meningkat seiring dengan perkembangan jaman bahkan telah menjadi tuntutan masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan duniamaya.
            Munculnya beberapa kasus cyber crime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer Komputer. Sehingga dalam kejahatan computer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki Komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya cyber crime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknoligo computer, khususnya jaringan internet dan intranet.
            Di dalam dunia maya sangat banyak pihak-pihak yang mencari keuntungan tanpa memperdulikan segala sesuatunya entah itu merugikan orang lain, masyarakat atau pihak yang tidak tersangkut secara langsung. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus pelangaran hukum terhadap dunia maya diantaranya adalah Hacker, Cracker, Defacer, Carding, Frauder, Spammer. Dalam penulisan makalah ini penulis mencoba membahas salah satu kasus pelanggaran hukum dalam dunia maya yaitu carding.
            Carding adalah suatu aktivitas untuk mendapatkan nomer-nomer kartu kredit orang lain yang digunakan untuk berbelanja si pelaku secara tidak syah atau illegal. Carding, sebuah ungkapan mengenai aktivitas berbelanja secara maya (lewat komputer) dengan menggunakan berbagai macam alat pembayaran yang tidak sah. Pada umumnya carding identik dengan transaksi kartu kredit, dan pada dasarnya kartu kredit yang digunakan bukan milik si carder tersebut akan tetapi milik orang lain. Apa yang terjadi ketika transaksi carding berlangsung? tentu saja sistem pembayaran setiap toko atau perusahaan yang menyediakan merchant pembayaran mengizinkan adanya transaksi tersebut. Seorang carder tinggal menyetujui dengan cara bagaimana pembayaran tersebut di lakukan apakah dengan kartu kredit, wire transfer, phone bil atau lain sebagainya.



ISI
Sejarah
            Cybercrime awalnya bermula dari kegiatan hacking pada tahun 1870an. Pada awalnya, kata “hacker” berarti positif untuk seorang yang menguasai computer yang dapat membuat sebuah program melebihi apa yang dirancang untuk melakukan tugasnya. Namun, semakin meningkatnya kebutuhan dan adanya kesempatan, beberapa orang melakukan kemampuannya dalam bidang IT untuk melakukan kejahatan dan dengan kemudian mulai diikuti orang lain sehingga semakin banyak. Kejahatan carding sendiri telah ada dan marak pada tahun 1980an di AS. Pada saat itu, sebagian besar penangkapan hacker disebabkan oleh aktivitas terkait carding karena kematangan keuangan relatif dibandingkan dengan peraturan komputer yang muncul.
            Di Indonesia sendiri, carding mulai di ikuti oleh para hacker bahkan pada tahun 2005  Indonesia  berada pada posisi ke-2 teratas sebagai negara asal carder terbanyak di dunia. Ini terbukti dengan pergeseran modus yang dilakukan para carder dalam melakukan carding. Berikut ini beberapa modus operasi yang dilakukan oleh Carder di Indonesia
(a). Modus I : 1996 - 1998, para carder mengirimkan barang hasil carding mereka langsung ke suatu alamat di Indonesia.
(b). Modus II : 1998 - 2000, para carder tidak lagi secara langsung menuliskan Indonesia” pada alamat pengiriman, tetapi menuliskan nama negara lain. Kantor pos negara lain tersebut akan meneruskan kiriman yang “salah tujuan” tersebut ke Indonesia. Hal ini dilakukan oleh para carder karena semakin banyak merchant di Internet yang menolak mengirim produknya ke Indonesia.
(c). Modus III : 2000 - 2002, para carder mengirimkan paket pesanan mereka ke rekan mereka yang berada di luar negeri. Kemudian rekan mereka tersebut akan mengirimkan kembali paket pesanan tersebut ke Indonesia secara normal dan legal. Hal ini dilakukan oleh carder selain karena modus operandi mereka mulai tercium oleh aparat penegak hukum, juga disebabkan semakin sulit mencari merchant yang bisa mengirim produknya ke Indonesia.
(d). Modus IV : 2002 - sekarang, para carder lebih mengutamakan mendapatkan uang tunai. Caranya adalah dengan mentransfer sejumlah dana dari kartu kredit bajakan ke sebuah rekening di PayPal.com. Kemudian dari PayPal, dana yang telah terkumpul tersebut mereka kirimkan ke rekening bank yang mereka tunjuk 

Carding Secara Umum
            Carding adalah bentuk kejahatan yang ada di jaringan dengan cara belanja online tetapi tidak menggunakan nomer identitas kartu credit kita sendiri , malainkan menggunakan kartu kredit orang lain.  Para pelaku carding ini dinamakan Carder.
            Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas – AS , Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya, banyak situs belanja online yang memblokir IP atau internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs itu.
            Banyaknya carder di Indonesia menjadikan Indonesia terblacklist dalam online shop luar negeri, itu mengapa diantara beberapa onlineshop luar negeri tidak mencamtumkan Negera Indonesia dalam formulir pembelian.
            Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. 
            Saat ini terjadi pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebih mengincar barang-barang yang mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk perdagangan saham secara online. Pelaku carding dari Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu kredit, dan hasilnya digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham secara online. Keuntungan transaksi itu kemudian ditransfer ke sebuah rekening penampungan, yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat. 

Carding menurut para ahli
Menurut Doctor Crash yang memuat tulisan di buletin para hacker, pengertian carding adalah : “A way of obtaining the necessary goods whitout paying for them.” (“Cara mendapatkan kebutuhan yang diperlukan tanpa perlu membayarnya”). Terminologi carding dalam bahasa formal atau bahasa hukum, digolongkan sebagai credit/debit card fraud (penipuan menggunakan kartu kredit/kartu debit), yang menurut IFCC adalah :
“The unauthorized use of a credit/debit card number can be stolen from unsecured web sites, or can be obtained in an identity theft scheme.” (“Penyalahgunaan kartu kredit/debet untuk menipu dalam mendapatkan uang atau property. Nomor kartu kredit dapat dicuri dari web site yang tidak terjaga/tidak aman atau didapatkan melalui pencurian identitas”). Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia tidak memuat aturan secara khusus mengenai tindak pidana yang berhubungan dengan komputer. Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang sejalan dalam menangani kasus kejahatan yang berhubungan dengan komputer yang secara tidak langsung juga berkaitan dengan masalah cyber crime yakni :
1.      KUHP mampu untuk menangani kejahatan di bidang komputer (computer crime) Madjono Reksodiputro, pakar kriminolog dari Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa kejahatan komputer sebenarnya bukanlah kejahatan baru dan masih terjangkau oleh KUHP untuk menanganinya. Pengaturan untuk menangani kejahatan komputer sebaiknya diintegrasikan ke dalam KUHP dan bukan ke dalam undang-undang tersendiri.
2.      Kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer crime) memerlukan ketentuan khusus dalam KUHP atau undang-undang tersendiri yang mengatur tindak pidana dibidang computer

Cara carding
1.      Mencari kartu kredit yang masih valid, hal ini dilakukan dengan mencuri atau kerjasama dengan  orang-orang yang bekerja pada hotel atau toko-toko gede (biasanya kartu kredit orang asing yang disikat)  atau masuk ke program MIRC (chatting) pada server dal net. Di dalamnya kita dapat melakukan trade (istilah "tukar") antar kartu kredit (bila kita memiliki kartu kredit juga, tapi jika tidak punya kartu kredit, maka dapat melakukan aktivitas "ripper" dengan menipu salah seorang yang memiliki kartu kredit yang masih valid).
2.      Setelah berhasil mendapatkan kartu kredit, maka carder dapat mencari situs-situs yang menjual produk-produk tertentu (biasanya di cari pada search engine). Tentunya dengan mencoba terlebih dahulu (verify) kartu kredit tersebut di site-site porno (hal ini disebabkan karena kartu kredit tersebut tidak hanya dipakai oleh carder tersebut). Jika di terima, maka kartu kredit tersebut dapat di belanjakan ke toko-toko tersebut.
3.      Cara memasukan informasi kartu kredit pada merchant pembayaran toko adalah dengan memasukan nama panggilan (nick name), atau nama palsu dari si carder, dan alamat aslinya. atau dengan mengisi alamat asli dan nama asli pemilik asli kartu kredit pada form billing dan alamat si carder pada shipping address.
(Tidak untuk ditiru!)

Akibat hukum
Dalam perkembangannya, pelaku carding dapat dijerat dengan pasal-pasal yang ada di dalam KUHP, yaitu dengan delik :
1.      Delik Pencurian
            Delik pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP, dengan variasinya diatur dalam Pasal 363 KUHP yakni tentang Pencurian dengan Pemberatan, 364 KUHP tentang Pencurian Ringan, 365 KUHP tentang Pencurian yang disertai dengan Kekerasan, 367 KUHP tentang pencurian dilingkungan keluarga.
            Penjeratan pelaku Penyalahgunaan Kartu Kredit dengan Pasal KUHP dimungkinkan, hanya saja perlu digunakan penafsiran yang ekstensif oleh aparat penegak hukum karena KUHP yang sekarang berlaku pembentukannya ditujukan untuk mengatur perbuatan yang nyata. Pasal 362 KUHP menyatakan :
Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah Unsur Pasal 362 KUHP telah terpenuhi karena ‘mengambil’ tidak diartikan secara sempit seperti memegang tetapi dengan mengambil dan mengalihkan data mengenai nomor-nomor kartu kredit dan mempergunakannya sudah termasuk dalam pengertian ‘mengambil’. Sebagai contoh adalah pencurian arus listrik ditafsirkan sebagai perbuatan ‘mengambil’.
2.      Delik Penipuan
 Pasal 378 KUHP menyatakan:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun Unsur Pasal 378 KUHP juga telah terpenuhi, terutama pengertian ‘tipu muslihat’ yang tidak hanya diartikan sebagai perbuatan dengan kata-kata bohong saja, tetapi juga dengan melakukan perbuatan yang tidak benar, seperti dengan mengirim e-mail kepada pemilik barang seolah-olah nomor kartu kredit dan kartu kredit itu sendiri adalah valid dan benar.
3.      Delik Pemalsuan
Surat Untuk pemalsuan surat, KUHP kita telah mengaturnya dengan tegas dan jelas, yaitu pada Pasal 263, yaitu:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang siperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan dimaksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu menimbulkan kerugian Unsur dalam Pasal 264 KUHP juga telah terpenuhi, karena yang diancam dengan pasal ini adalah orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat.

Antisipasi Carding
Ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk mengantisipasi tindak kejahatan carding:
1.      Jika Anda bertransaksi di toko, restoran, atau hotel menggunakan kartu kreditpastikan Anda mengetahui bahwa kartu kredit hanya digesek pada mesin EDC yang dapat Anda lihat secara langsung.
2.      Jika Anda melakukan transaksi belanja atau reservasi hotel secara online, pastikan bahwa website tersebut aman dengan dilengkapi teknologi enskripsi data (https) serta memiliki reputasi yang bagus. Ada baiknya juga jika Anda tidak melakukan transaksi online pada area hotspot karena pada area tersebut rawan terjadinya intersepsi data.
3.      Jangan sekali-kali Anda memberikan informasi terkait kartu kredit Anda berikut identitas Anda kepada pihak manapun sekalipun hal tersebut ditanyakan oleh pihak yang mengaku sebagai petugas bank. 
4.      Simpanlah surat tagihan kartu kredit yang dikirim oleh pihak bank setiap bulannya atau jika Anda ingin membuangnya maka sebaiknya hancurkan terlebih dahulu menggunakan alat penghancur kertas (paper shredder). Surat tagihan memuat informasi berharga kartu kredit Anda.
5.      Jika Anda menerima tagihan pembayaran atas transaksi yang tidak pernah Anda lakukan maka segera laporkan kepada pihak bank penerbit untuk dilakukan investigasi.


Contoh kasus masalah Carding
Pada September 2011, Polda Metro Jaya berhasil membongkar sindikat pemalsu Kartu Kredit dengan kerugian yang cukup besar Rp. 81 Miliar. Sindikat ini membobol data EDC kartu kredit dengan dua modus utama. Modus pertama, komplotan ini mencuri data dari pemilik EDC kartu kredit di pertokoan atau tempat-tempat transaksi lain. Kasus terbaru pencurian data EDC dari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) 3412203 Kebayoran Lama pada 18 Agustus hingga 9 September 2011. Komplotan ini mendatangi pompa bensin untuk menawarkan jasa perbaikan alat gesek yang rusak. Mereka datang dengan surat kuasa bank palsu. Pengelola pun menyerahkan alat gesek beserta rekening dan PIN pemilik SPBU. Aksi komplotan selanjutnya, mengajukan seluruh rekaman transaksi di SPBU ke bank untuk kemudian dicairkan. Total dana yang mereka keruk Rp 432 juta. Sindikat ini terbongkar berkat laporan Dodi Iskandar dari Bank Danamon.
Modus lainnya, pelaku membuat transaksi pengembalian (refund) fiktif. Komplotan mencuri nomor identifikasi alat gesek kartu kredit di pertokoan. Nomor tersebut kemudian ditanamkan di alat gesek milik pelaku. Mereka seolah-olah belanja, padahal tidak. Yang terjadi selanjutnya, catatan transaksi belanja fiktif langsung terekam pada alat gesek kartu. Anggota komplotan lantas memencet opsi refund sehingga mengubah transaksi pengembalian uang, yang mengalir ke rekening mereka. Sedikitnya lima bank uangnya terkuras dalam modus pencurian ini. Jumlah transaksinya mulai Rp 60 juta hingga Rp 70 miliar. Polisi menyita ratusan kartu tanda penduduk palsu, puluhan kartu anjungan tunai mandiri palsu, belasan EDC kartu kredit, dan ijazah palsu.




Penutup
            Perkembangan teknologi informasi (TI) dan khususnya juga Internet ternyata tak hanya mengubah cara bagaimana seseorang berkomunikasi, mengelola data dan informasi,melainkan lebih jauh dari itu mengubah bagaimana seseorang melakukan bisnis. Banyakkegiatan bisnis yang sebelumnya tak terpikirkan, kini dapat dilakukan dengan mudah dancepat dengan model-model bisnis yang sama sekali baru. Begitu juga, banyak kegiatan lainnya yang dilakukan hanya dalam lingkup terbatas kini dapat dilakukan dalam cakupan yang sangat luas, bahkan mendunia.
            Di sisi lain, perkembangan TI dan Internet ini, juga telah sangat mempengaruhi hampir semua bisnis di dunia untuk terlibat dalam implementasi dan menerapkan berbagai aplikasi. Banyak manfaat dan keuntungan yang bisa diraih kalangan bisnis dalam kaitan ini, baik dalam konteks internal (meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi), dan eksternal (meningkatkan komunikasi data dan informasi antar berbagai perusahaan pemasok, pabrikan, distributor) dan lain sebagainya.
            Banyak terjadi tindak kejahatan Internet (seperti carding), tetapi yang secara nyata hanya beberapa kasus saja yang sampai ke tingkat pengadilan. Hal ini dikarenakan hakim sendiri belum menerima bukti-bukti elektronik sebagai barang bukti yang sah, seperti digital signature. Dengan demikian cyberlaw bukan saja keharusan melainkan sudah merupakan kebutuhan, baik untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, dengan semakin banyak terjadinya kegiatan cybercrime maupun tuntutan komunikasi perdagangan manca negara (cross border transaction) ke depan.




Daftar Pustaka


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan dalam Mengembangkan Kemampuan Utuh Sarjana atau Profesional

Fungsi Keluarga bagi Individu, Keluarga dan Masyarakat

URGENSI INTEGRASI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA